Kabupaten Sumedang yang diwakili oleh Rakitan Budaya Sunda Sumedang,menjadi salaha satu dari 2 perwakilan Provinsi Jawa Barat yang diundang mengikuti Solo International Performing Arts (SIPA) yang berlangsung pada tanggal 16 – 18 Juli 2010, di Pamedan Istana Mangkunegara Solo, Surakarta, Jawa Tengah. Diikuti 30 peserta dari Luar dan Dalam Negeri yang menampilkan seni pertunjukan berskala internasional. Rombongan seni Sumedang diwakili oleh Rakitan Budaya Sunda Sumedang Pimpinan Ujang Supriatna, S.Sn atau Ujang Bejo, tampil sebagai pagelaran pembuka. Hal tersebut disampaikan Bagus Noorachmat salahsatu anggota Komisi C yang mendampingi delegasi Sumedang. Acara yang bertajuk event internasional merupakan acara tahunan, yang diselenggarakan oleh Pemerintahan Surakarta, mengingat Solo adalah Kota Budaya. Selain Bagus, turut hadir mendampingi delegasi Sumedang Ketua Komisi C Drg. Juliadi Rahmat, Wakil Bupati Sumedang Taufik Gunawansyah S.Ip., Kabid Budaya Disbudpora Kabupaten Sumedang Cucu Sutaryadibrata, S.Pd. MM yang juga sebagai Penasehat Rakitan Budaya Sunda. Sementara itu Ketua Penyelenggara Dra. Irawati Kusumorasri, M.Sn. mengaku bangga menyaksikan pertunjukan yang dipertontokan anak – anak kota tahu Sumedang, bahkan mereka mengharapkan Sumedang dapat mencontoh dan SIPA siap membantu mendukungnya,. Pada acara ini Rakitan budaya Sunda Sumedang juga menampilkan tarian-tarian sebagai berikut :
- Tari Klasik Kasumedangan
Tari Jayengrana. Jaya Ing Rana, Jaya berati menang, Ing berarti dalam, dan Rana berarti perang, dengan kata lain menang dalam peperangan. Isi gambaran tarian mengungkapkan kebanggaan dan kegembiraan tokoh Amir Hamzah setelah memenangkan peperangan. Tari Jayengrana ini merupakan buah karya cipta (Alm) Rd. Ono Lesmana Kartadikusumah yang merupkan salah satu tokoh tari klasik di Kabupaten Sumedang.
2.
- Persembahan Drama Tari Nu Ngalanglang Kadungsang-Dungsang dengan sinopsis sebagai berikut :
Ketika masyarakat sumedang mengalami kepailitan bahan makanan, dimana bahan makanan pokok diganti dengan Hanjeli Karena dikumpulkan untuk perbekalan Pasukan Mataram yang hendak menyerang VOC, dan gudang perbekalan makanan waktu itu dipusatkan di daerah Cirebon. Selain itu dikarenakan bahan makanan hanjeli telah mendatangkan musibah, dimana ada seorang anak yang sedang bermain tertimbun oleh bahan makanan hanjeli sampai dengan meninggal, saat itulah masyarakat Sumedang khususnya Rancakalong dipantangkan untuk menanam Hanjeli. Maka Jatikusumah mengutus 13 orang utusan untuk mencari bibit padi ke Cirebon yang merupakan pintu gerbang masuk ke Kerajaan Mataram. Namun dalam perjalanannya para utusan tersebut berkali-kali gagal mengambil bibit tersebut sehingga mereka terlunta-lunta (Kadungsang-dungsang) sampai tiga tahun setengah lamanya. Karena ketatnya penjagaan Pasukan Mataram dan berkali-kali gagal membawa bibit padi, Jatikusumah berinisiatif memanggil ahli Tarawangsa yaitu Ki Wiguna dan Ki Raguna untuk bersama-sama berjuang mendapatkan bibit padi dengan cara menyamar sebagai tim kesenian (ngamen). Akhirnya dengan cara tersebut mereka berhasil membawa bibit padi dengan cara dimasukan ke dalam alat Tarawangsa dan mereka lolos dari penjagaan Pasukan Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar